Sabtu, 18 Februari 2012

MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS

Disusun Oleh :

Baid Al Furqon (09417144020)


Fakultas Ilmu Sosial Ekonomi
Administrasi Negara (B)
Universitas Negeri Yogyakarta
2009


BAB I
PENDAHULUAN
Menjelang milenium kedua, dunia didera berbagai macam fenomena global yang melanda hampir semua negara di belahan dunia dalam semua aspek: kesehatan, ekonomi, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Dalam waktu itu, fenomena-fenomena seperti merebaknya penyebaran virus HIV, tingkat buta huruf tinggi, ketimpangan kedudukan gender, dan berbagai perang antar negara, merebak dimana-mana. Berbagai isu itu kemudian menyita banyak perhatian masyarakat global dan memunculkan keprihatinan dalam diri mereka tentang kondisi yang terjadi saat itu, dan bagaimana langkah yang harus ditempuh untuk menciptakan sebuah kondisi yang lebih baik, tidak hanya untuk daerah negara sendiri, namun sebuah kondisi lebih baik yang mengglobal. Maka pemikiran ini menginspirasi mereka untuk menandatangani dan berpartisipasi dalam Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium, melalui para pemimpin negara masing-masing, yang merupakan sebuah langkah awal dalam menangani kondisi yang melanda sangat itu. MDGs merupakan mega proyek kemanusiaan yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk rentang waktu lima belas tahun sejak ditandatanganinya proyek ini yaitu tahun 2000 hingga 2015 dan disepakati oleh 189 negara dunia, termasuk Indonesia. Dengan kesepakatan ini, maka masing-masing negara memiliki keterikatan untuk bisa memenuhi target-target dalam MDGs hingga tahun 2015 nanti. Ada delapan target utama dalam MDGs ini. Konsep dasarnya adalah, bahwa dalam masa itu, masyarakat masih masuk dalam kondisi rentan untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, sehingga perlu adanya langkah-langkah tertentu untuk bisa menyokong pergerakan pengentasan masyarakat dari kesulitan itu. Kedelapan target itu adalah:
1. Eradicate extreme poverty and hunger (penghapusan kemiskinan)
2. Achieve universal primary education (pencapaian pendidikan dasar untuk semua)
3. Promote gender equality and empower women (persamaan gender)
4. Combat HIV/AIDS, malaria, and other diseases (perlawanan terhadap penyakit)
5. Reduce child mortality (penurunan angka kematian anak)
6. Improve maternal health (peningkatan kesehatan ibu)
7. Ensure environmental sustainability (pelestarian lingkungan hidup)
8. Develop a global partnership for development (kerjasama global)



Secara singkat target-target ini merupakan gambaran-gambaran umum bagi masing-masing negara anggota untuk dijadikan dasar pengambilan langkah berlanjut sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada di dalam negara. Untuk Indonesia, dengan wilayah luas dan jumlah penduduk ratusan juta, dan kemampuan pemerintah pusat yang serba terbatas, target-target ini tentu hanya bisa memberikan ulasan di permukaan saja, sedangkan untuk bisa dilanjutkan hingga menyentuh untuk masyarakat paling bawah, perlu peran pemerintah daerah secara intensif dan berkelanjutan. Mengapa pemerintah daerah? Secara administratif dan kelembagaan, pemerintah daerah merupakan pihak paling dekat dengan unit-unit masyarakat. Lalu dengan posisi itu, maka akan efektif bila program-program pemerintah yang turun dari ‘atas’ dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah, atau bahkan hingga tingkat kecamatan atau desa, tentu dengan penyesuaian kembali program tadi.
Namun, dengan adanya otonomi daerah yang telah berjalan cukup lama, muncul masalah tersendiri untuk menjalankan target-target tadi. Satu contoh adalah tidak sedikit daerah di Indonesia yang belum memiliki data kuantitatif riil mengenai perkembangan penduduknya terutama di thun 1990 bahkan beberapa di tahun 2000an. Padahal dengan data inilah nantinya bisa diukur apakah program yang dijalankan megelami kemajuan, kemunduran, atau stagnan saja. Dan masalah-masalah lain yang timbul dan menjadi faktor penghambat terpenuhinya target MDGs tadi, meskipun tidak bisa dipungkiri, bahwa hingga kini, ada banyak kemajuan telah tercapai menjelang pemenuhan target MDGs.















Rumusan Masalah
Secara garis besar rumusan masalah yang diajukan dalam makalah ini adalah:

1. Apakah millenium development goals ?
2. Apa tujuan development goals ?
3. Apa target dan indikator millenium development goals ?




























BAB II
ISI
Millennium Development Goals merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.

MDG (Millenium Development Goals) Deklarasi pertama yang membahas MDG dilaksanakan pada tahun 2000 dimana dihadiri 189 kepala negara anggota PBB, pemerintah, dan berbagai institusi internasional yang bergerak di bidang pembangunan sosial dan ekonomi. Deklarasi ini menghasilkan 8 target (goals) yang tercapai pada tahun 2015. Delapan target hasil deklarasi ini tidak hanya dilaksanakan oleh anggota PBB yang menyetujui MDG, namun oleh semua elemen masyarakat internasional dan PBB sebagai fasilitator.

Ada 8 goal dalam MDG yaitu
1. Membasmi kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan dasar
3. Mempromosikan persamaan gender dan emansipasi wanita
4. Menurunkan angka kematian bayi
5. Memperbaiki kesehatan ibu hamil
6. Memberantas HIV/Aids, Malaria dan penyakit lain
7. Menjamin kelayakan lingkungan
8. Membangun perserikatan global untuk pembangunan (development)

1.1 Tujuan 1. Menangulangi Kemiskinan dan Kelaparan

Target 1:
Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapa tanya di bawah
US$1 (PPP) per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015.



1.1.1. Indikator
Menurunkan proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan di bawah US$1 (PPP) per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 merupakan target MDGs terkait dengan pengurangan tingkat kemiskinan. Dalam kasus Indonesia, indikator yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Persentase penduduk dengan pendapatan di bawah US$1 (PPP) per hari.
2. Persentase penduduk dengan tingkat konsumsi di bawah garis kemiskinan nasional.
3. Indeks kedalaman kemiskinan.
4. Indeks keparahan kemiskinan.
5. Proporsi konsumsi penduduk termiskin (kuantil pertama).

1.1.2. Keadaan dan Kecenderungan
Persentase penduduk dengan pendapatan di bawah US$1 (PPP) per hari. Dalam kurun waktu 1990-2006, persentase penduduk dengan pendapatan di bawah US$1 (PPP) mengalami penurunan yang sangat berarti dari 20,60 persen pada tahun 1990 menjadi 7,54 persen pada tahun 2006 Terkait dengan pengurangan tingkat kemiskinan yang ditunjukkan oleh indikator pendapatan di bawah US$1
per hari (PP), tampak jelas bahwa Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan MDGs jauh sebelum tahun 2015.

2.2. Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
Target 3:
Memastikan pada tahun 2015, semua anak, di manapun, laki-laki maupun
perempuan , dapa t menyelesaikan pendidikan dasar .

2.1.1. Indikator
Memastikan semua anak laki-laki maupun perempuan di manapun untuk dapat menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2015 merupakan target MDGs yang utama di bidang pendidikan. Pengukuran pencapaian target ini di Indonesia menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (7-12 tahun).
2. Angka partisipasi murni (APM) sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (13-15
tahun).
3. A ngka melek huruf usia 15-24 tahun.
2.1.2. Keadaan dan Kecenderungan
Angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (7-12 tahun) dan angka partisipasi murni (APM) sekolah menegah pertama/madrasah tsanawiyah (13-15 tahun) dari tahun 1992 sampai tahun 2006 secara nasional menunjukkan kecenderungan membaik. Pada tahun 1992, APM SD/MI tercatat 88,7 persen dan pada tahun 2006 telah mencapai 94,73 persen. Sementara itu APM SMP/MTs tahun 1992 adalah 41,9 persen dan mencapai 66,52 persen pada tahun 2006. Jika kecenderungan seperti ini mampu dipertahankan, maka Indonesia diperkirakan berhasil mencapai target MDG pada tahun 2015. Angka partisipasi kasar (APK) sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan angka partisipasi kasar (APK) sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah dari tahun 1993 sampai tahun 2006 secara nasional menunjukkan kecenderungan membaik. APK SD/MI sejak tahun 1992 sudah mencapai 102,0 persen

2.3. Tujuan 3. Mendorong Kesetaran Gender dan Pemberdayan Perempuan
Target 4:
Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan
lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih
dari tahun 2015.

3.1.1. Indikator
Target menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 dipantau dengan menggunakan indikator sebagai berikut (dalam persen):
1. Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan, dan
tinggi, yang diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak laki-
laki.
2. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun, yang diukur melalui
angka melek huruf perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender).
3. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK ) perempuan.
4. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) perempuan.
5. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan.
6. Tingkat daya beli (Purchasing Power Parity, PP) pada kelompok perempuan.
7. Proporsi perempuan dalam lembaga-lembaga publik (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).


3.1.2. Keadaan dan Kecenderungan
Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah mencapai kesetaraan gender dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya pembangunan manusia, tanpa membedakan laki-laki atau perempuan. Meskipun telah banyak kemajuan pembangunan yang dicapai, namun kenyataan menunjukkan bahwa kesenjangan gender (gender gap) masih terjadi di sebagian besar bidang. Berbagai upaya dilakukan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan peran perempuan agar mereka tidak tertinggal dibandingkan lakilaki. Di bidang pendidikan, kemajuan yang terjadi dalam kesetaraan gender secara keseluruhan cukup berarti. Ini terutama ditunjukkan oleh rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, lanjutan, dan tinggi, yang diukur melalui angka partisipasi murni anak perempuan terhadap anak laki-laki. Kemajuan ini juga dapat dilihat dari rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki usia 15-24 tahun, yang diukur melalui angka melek huruf perempuan/laki-laki (indeks paritas melek huruf gender).

2.4. Tujuan 4. Menurunkan Kematian Anak

Target 5:
Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) sebesar dua -pertiganya dalam
kurun waktu 1990-2015.

4.1.1. Indikator
Indikator yang digunakan untuk menilai target menurunkan angka kematian balita sebesar dua-pertiganya dalam kurun waktu 1990-2015 adalah:
1. A ngka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup.
2. A ngka Kematian Balita (AKBA ) per 1.000 kelahiran hidup.
3. A nak usia 12-23 bulan yang diimunisasi campak (%).

1.2. Keadaan dan Kecenderungan
Kematian balita dan bayi. Pada tahun 1960, angka kematian bayi (AKB) masih sangat tinggi yaitu 216
per 1.000 kelahiran hidup. Dari tahun ke tahun, AKB ini cenderung membaik sebagai dampak positif dari pelaksanaan berbagai program di sektor kesehatan. Pada tahun 1992 AKB tercatat 68 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian menurun menjadi 57 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1994, turun lagi menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan pada tahun 2002-2003 penurunannya sudah mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Menurut proyeksi BPS (BPS-UNDP-Bappenas, 2005), pada tahun 2003 angka AKB terus membaik hingga mencapai 33,9 per 1.000 kelahiran hidup. Dengan kecenderungan perkembangan pencapaian AKB secara nasional seperti ini, pencapaian target MDGs pada tahun 2015 diperkirakan sudah akan tercapai pada tahun 2013.

2.5. Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu
Target 6:
Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga-perempa tnya dalam kurun waktu 1990-2015.

5.1.1. Indikator
Indikator penilaian untuk penurunan angka kematian ibu sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai 2015 ialah sebagai berikut:
1. Angka kematian ibu melahirkan (AKI) per 100.000 kelahiran hidup.
2. Proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan (%).
3. Proporsi wanita 15-49 tahun berstatus kawin yang sedang menggunakan atau memakai alat
keluarga berencana (%).

5.1.2. Keadaan dan Kecenderungan
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003 bila dibandingkan dengan angka tahun 1994 yang mencapai 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi akibat komplikasi kehamilan atau persalinan yang belum sepenuhnya dapat ditangani, masih terdapat 20.000 ibu yang meninggal setiap tahunnya. Dengan kondisi ini, pencapaian target MDGs untuk AKI akan sulit dicapai. BPS memproyeksikan bahwa pencapaian AKI baru mencapai angka 163 kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan target MDG pada tahun 2015 tersebut adalah 102.






2.6. Tujuan 6. Memerangi HIV dan AIDS, Malaria, dan Penyaki t Menular Lainya
Target 7:
Mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan mulai menurunnya jumlah
kasus baru pada tahun 2015.

6.1.1. Indikator
Target mengendalikan penyebaran HIV dan mulai menurunnya jumlah kasus baru HIV pada tahun 2015 dinilai dengan indikator-indikator sebagai berikut:
1. Prevalensi HIV dan AIDS.
2. Penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi.
3. Penggunaan kondom pada pemakai kontrasepsi.
4. Persentase penduduk usia muda 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif
tentang HIVdan AIDS.

6.1.2. Keadaan dan Kecenderungan
Prevalensi HIV/AIDS pada penduduk usia 15-29 tahun diperkirakan masih di bawah 0,1 persen. Namun angka prevalensi pada sub-populasi perilaku beresiko telah melebihi 5 persen. Bahkan di Papua, HIV dan AIDS telah masuk pada populasi umum (usia 15-49 tahun) dengan prevalensi 2,4 persen. Epidemi AIDS sekarang telah terjadi hampir di seluruh Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari adanya laporan tentang kasus AIDS dari setiap provinsi. Jika pada tahun 2004 hanya 16 provinsi yang melaporkan adanya kasus AIDS, maka pada tahun 2007 AIDS telah dilaporkan di 32 provinsi. Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan juga meningkat cukup tajam, yaitu dari 2.682 kasus pada tahun 2004, menjadi 10,384 kasus hingga akhir September 2007.

2.7. Tujuan 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
Target 9:
Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan
dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan
yang hilang

7.1.1. Indikator
Target MDGs ke-9, yaitu memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang, merupakan bagian dari pencapaian pelaksanaan pembangunan lingkungan hidup. Pembangunan lingkungan hidup dalam konteks ini dipahami dari dua pendekatan, yaitu perlindungan fungsi lingkungan hidup dan penanggulangan penurunan fungsi lingkungan hidup. Indikator yang digunakan mencakup Green Indicator dan Brown Indicator, sebagai berikut:

Green Indicator
1. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan Satelit Landsat
terhadap luas daratan (%).
2. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan luas kawasan hutan, kawasan lindung,
dan kawasan konservasi termasuk kawasan perkebunan dan hutan rakyat terhadap luas
daratan (%).
3. Rasio luas kawasan lindung terhadap luas daratan (%).
4. Rasio luas kawasan lindung perairan (marine protected area) terhadap luas daratan (%).

Brown Indicator
1. Jumlah emisi karbondioksida (CO2) (metrik ton).
2. Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) (ton).
3. R asio jumlah emisi karbondioksida (CO2) terhadap jumlah penduduk Indonesia (%).
4. Jumlah penggunaan energi dari berbagai jenis (setara barel minyak, SBM):
a. Fosil,
b. Non-Fosil.
5. R asio penggunaan energi (total) dari berbagai jenis terhadap Produk Domestik Bruto (%).
6. P enggunaan energi dari berbagai jenis secara absolut (metrik ton).


7.1.2. Keadaan dan Kecenderungan
Gren Indicator
Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan Satelit Landsat terhadap luas daratan (%)1 . Informasi tersebut secara umum menggambarkan proporsi luas penutupan lahan terhadap luas daratan. Luas penutupan lahan dibandingkan luas daratan, berdasarkan penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM, ialah sebesar 49,98 persen, dan menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan ini tidak dapat dipastikan penyebabnya, apakah karena kegiatan rehabilitasi terhadap hutan dan lahan yang mengakibatkan luas penutupan lahan berhutan meningkat, atau karena adanya perbaikan data dari hasil citra satelit yang sebelumnya tidak dapat dipastikan penutupan lahannya. Sebab, berdasarkan citra Landsat tersebut, data yang diperoleh tidak lengkap (tidak dapat dipastikan penutupan lahannya) karena kawasan daratan tertutup oleh awan pada saat pengambilan citra satelit. Persentasenya sendiri cukup besar. Pada tahun 2005, misalnya, kawasan yang tidak dapat dipastikan tercatat seluas 10,7 juta ha atau 5,69 persen dari luas daratan, sehingga peningkatan data penutupan lahan dapat terus meningkat seiring dengan adanya perbaikan data citra satelit. Persentase penutupan lahan ini terdiri atas penutupan kawasan hutan dan areal non-hutan meliputi areal semak belukar, pertanian lahan kering, sawah, lahan transmigrasi, perkebunan, pemukiman, pertambangan, tambak, savana, rawa, bandar udara (airport), dan sebagainya.

2.8. Tujuan 8. Membangun Kemitran Global untuk Pembangunan
Tujuan ke-8 dari MDGs adalah untuk mendorong kerjasama internasional dalam rangka mendukung negara-negara di dunia mencapai target-target MDGs mereka. Banyak target dan indikator pencapaian Tujuan 8 MDGs terkait erat dengan upaya upayadi tingkat global, sehingga tidak mudah menilai kemajuan upaya di tingkat global berkaitan dengan pencapaian MDGs di suatu negara. Uraian di bawah ini secara spesifik melihat bidang-bidang utama dalam kerjasama internasional yang paling relevan dan secara potensial memiliki keterkaitan kuat dengan pencapaian MDGs Indonesia. Oleh karena itu, beberapa indikator dicoba untuk dipilah-pilah, sehingga indikator-indikator tersebut dapat menggambarkan sejauh mana pencapaian Indonesia terkait dengan Tujuan 8 tersebut. Laporan ini juga akan menguraikan perkembangan singkat yang berkaitan dengan “tema” target-target terkait, yaitu keuangan dan perdagangan (Target 12), ODA/pinjaman luar negeri (Target 15), pengangguran usia muda (Target 16), dan akses kepada teknologi baru (Target 18). Status umum tujuan ini sulit dijabarkan karena status tersebut melibatkan berbagai sektor dan juga persoalan yang bersifat global. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa untuk tujuan ini Indonesia telah mencapai kemajuan pada beberapa bidang. Ke depannya, masih banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi.
Target 12
Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka,
berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif


8.1.1. Indikator
Target 12 mengamanatkan agar setiap negara mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan (rule-based), dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif. Di dalamnya termasuk pula komitmen untuk melaksanakan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance). Indikator yang digunakan adalah:
1. Rasio antara jumlah Ekspor dan Impor dengan PDB. Rasio ini menunjukkan tingkat
keterbukaan suatu Ekonomi (%).
2. Rasio antara Kredit dan Tabungan (LDR) Bank Umum (%). Rasio ini menunjukkan
peningkatan atau pengurangan fungsi intermediasi bank umum.
3. Rasio antara Kredit dan Tabungan (LDR) Bank Perkreditan Rakyat (%). Rasio ini
menunjukkan peningkatan atau pengurangan fungsi intermediasi Bank Prekreditan Rakyat.

8.1.2. Keadaan dan Kecenderungan
Sejak berkuasanya Orde Baru pada tahun 1965, Indonesia telah membuka ekonominya untuk menarik penanaman modal asing. Indonesia telah menjadi salah satu pemanfaat ekonomi pasar bebas dan globalisasi. Akan tetapi Indonesia juga telah merasakan kerugian yang timbul akibat keikutsertaannya dalam ekonomi global, yang pada saat-saat tertentu mengalami goncangan besar. Krisis ekonomi terberat dihadapi Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Krisis ini diawali dengan hilangnya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi dan politik, yang mendorong capital flight dan pada gilirannya mengakibatkan lonjakan depresiasi mata uang rupiah yang menimbulkan gejolak dalam perekenomian. Setelah itu kondisi ini diikuti oleh krisis di berbagai bidang lain seperti sosial, politik, dan keamanan. Sejak krisis tersebut hingga tahun 2006, perekonomian tumbuh lambat dan belum pernah mencapai level sebelum krisis. Pada tahun 2007, muncul harapan bahwa ekonomi akan tumbuh di atas 6 persen. Pemulihan ekonomi Indonesia terutama didorong oleh konsumsi dan ekspor komoditas yang mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun nilainya. Meskipun demikian, pertumbuhan ekspor dari sektor manufaktur—yang akan disusul oleh penciptaan lapangan kerja—belum dapat mencapai tingkat seperti sebelum krisis. Pada tahun-tahun terakhir ini, ekspor Indonesia menggunakan peluang tingginya harga komoditas primer. Harga karet, batubara, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), dan komoditas lain terus meningkat sehingga meningkatkan aliran devisa ke dalam negeri. Sejak tahun 2004 Indonesia menjadi pengimpor bersih (net importer) minyak mentah, namun melalui kombinasi antara kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri untuk menekan konsumsi dan upaya pencarian sumber energi alternatif, dalam waktu dekat ekspor minyak mentah akan cenderung sama dengan impornya. Pada bulan Oktober 2005, akibat pengurangan subsidi, harga bahan bakar minyak meningkat sebesar 114 persen. Dalam kenaikan tersebut, harga minyak tanah—yang umumnya dimanfaatkan oleh rumah tangga miskin untuk memasak—meningkat tiga kali lipat. Pada waktu yang hampir bersamaan harga beras meningkat sebesar 33 persen antara bulan Februari 2005 dan Maret 2006, sehingga sangat sulit untuk memastikan seberapa besar pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak terhadap peningkatan angka kemiskinan pada tahun 2006. Hal ini masih menjadi bahan perdebatan di Indonesia. Karena beras menyumbang hampir 25 persen dari keranjang makanan (food basket) masyarakat miskin, maka perubahan garis kemiskinan sangat sensitif terhadap perubahan harga beras. Rasio antara jumlah Ekspor dan Impor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan tingkat keterbukaan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi pula tingkat keterbukaan ekonomi. Pada tahun 2000, tingkat keterbukaan ekonomi Indonesia mencapai 57,8 persen kemudian menurun menjadi 39,9 persen pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 50 persen pada tahun 2005. Tahun 2006 rasio ini adalah 44,4 persen. Kondisi perbankan nasional terus menunjukkan perkembangan yang membaik. Kredit yang disalurkan meningkat rata-rata 18,7 persen per tahun dalam kurun waktu 2000-2006. Sementara itu, dana pihak ketiga masyarakat yang disimpan dalam perbankan tumbuh sebesar rata-rata 10,7 persen per tahun dalam periode yang sama. Seiring dengan perkembangan tersebut, terlihat bahwa fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan dengan indikator loan to deposit ratio (LDR) tumbuh mencapai 61,6 persen hingga akhir tahun 2006. Searah dengan perkembangan perbankan umum, kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga menunjukkan arah yang membaik. Kredit yang disalurkan oleh BPR tumbuh sebesar rata-rata 29,3 persen per tahun dalam periode 2000-2006. Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun BPR tumbuh sebesar 27,5 persen dalam periode yang sama. Sementara itu, LDR BPR terus tumbuh hingga mencapai sebesar 87,4 persen di akhir tahun 2006, jauh lebih tinggi dibandingkan bank umum. Hal ini mencerminkan bahwa sebagai Lembaga Keuangan Mikro yang berbentuk bank, BPR cukup berhasil di dalam menjalankan fungsi intermediasi khususnya kepada masyarakat yang berpendapatan rendah.






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Millenium Development Goal`s ini merupakan rencana mega proyek yang direncanakan oleh seluruh bangsa – bangsa yang menjadi anggota PBB. MDGs ini merupakan proyek kemanusiaan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dimuka bumi. Dan setiap negara yang mennandatangani rencana tersebut mempunyai keterikatan untuk mencapai tujuan development goals. Dalam bidang perekonomian indonesia, sesuai dengan tujuan MDGS selalu menjalin kerjasama dibidang perdagangan dengan bangsa lain dan untuk mengamanatkan agar setiap negara mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan (rule-based), dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif.





















DAFTAR PUSTAKA
sejarah-dan-delapan-target-mdg.html
millenium-development-goals-and-its.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar