Sabtu, 18 Februari 2012

Analisis Pengaruh Asean-China Free Trade Area (ACFTA) terhadap perekonomian Indonesia

Analisis Pengaruh Asean-China Free Trade Area (ACFTA)
terhadap perekonomian Indonesia


Disusun;
BAID AL FURQON
09417144020







PROGAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010


DAMPAK ACFTA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Dalam hal ini, terdapat dampak positif dan negatif dari adanya ACFTA yang diberlakukan
oleh Indonesia.
A) Dampak Negatif
Pertama: serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah mengalami proses deindustrialisasi (penurunan industri).

Kedua: pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja. Hal yang sangat memungkinkan bagi pengusaha lokal untuk bertahan hidup adalah bersikap pragmatis, yakni dengan banting setir dari produsen tekstil menjadi importir tekstil Cina atau setidaknya pedagang tekstil.
Sederhananya, “Buat apa memproduksi tekstil bila kalah bersaing? Lebih baik impor
saja, murah dan tidak perlu repot-repot jika diproduksi sendiri.”
Gejala inilah yang mulai tampak sejak awal tahun 2010. Misal, para pedagang jamu sangat senang dengan membanjirnya produk jamu Cina secara legal yang harganya murah dan dianggap lebih manjur dibandingkan dengan jamu lokal. Akibatnya, produsen jamu lokal terancam gulung tikar.
Ketiga: karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah. Segalanya bergantung pada asing. Bahkan produk “tetek bengek” seperti jarum saja harus diimpor. Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor- sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing, maka apalagi yang bisa diharapkan dari kekuatan ekonomi Indonesia?

Keempat: jika di dalam negeri saja kalah bersaing, bagaimana mungkin produk-produk Indonesia memiliki kemampuan hebat bersaing di pasar ASEAN dan Cina? Data menunjukkan bahwa tren pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Cina sejak 2004 hingga 2008 hanya 24,95%, sedangkan tren pertumbuhan ekspor Cina ke Indonesia mencapai 35,09%. Kalaupun ekspor Indonesia bisa digenjot, yang sangat mungkin berkembang adalah ekspor bahan mentah, bukannya hasil olahan yang memiliki nilai tambah seperti ekspor hasil industri. Pola ini malah sangat digemari oleh Cina yang memang sedang “haus” bahan mentah dan sumber energi untuk menggerakkan ekonominya.

Kelima: peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangan kerja semakin menurun. Padahal setiap tahun angkatan kerja baru bertambah lebih dari 2 juta orang, sementara pada periode Agustus 2009 saja jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 8,96 juta orang.

B) Dampak Positif dari adanya ACFTA
Pertama: ACFTA akan membuat peluang kita untuk menarik investasi. Hasil dari
investasi tersebut dapat diputar lagi untuk mengekspor barang-barang ke negara yang
tidak menjadi peserta ACFTA
Kedua : dengan adanya ACFTA dapat meningkatkan voume perdagangan. Hal ini di
motivasi dengan adanya persaingan ketat antara produsen. Sehingga produsen maupun para importir dapat meningkatkan volume perdagangan yang tidak terlepas dari kualitas sumber yang diproduksi
Ketiga : ACFTA akan berpengaruh positif pada proyeksi laba BUMN 2010 secara
agregat. Namun disamping itu faktor laba bersih, prosentase pay out ratio atas laba juga menentukan besarnya dividen atas laba BUMN. Keoptimisan tersebut, karena dengan adanya AC-FTA, BUMN akan dapat memanfaatkan barang modal yang lebih murah dan dapat menjual produk ke Cina dengan tarif yang lebih rendah pula( pemaparan Menkeu Sri
Mulyani dalam Rapat Kerja ACFTA dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR RI, Rabu (20/1).
Porsi terbesar (91 persen) penerimaan pemerintah atas laba BUMN saat ini berasal dari BUMN sektor pertambangan, jasa keuangan dan perbankan dan telekomunikasi. BUMN tersebut membutuhkan impor barang modal yang cukup signifikan dan dapat menjual sebagian produknya ke pasar Cina.
C) Solusi

Lalu, apa yg harus pemerintah kita lakukan dalam menghadapi perjanjian ACFTA yang sudah terlanjur terjadi?
1. Memberikan edukasi kepada masyarakat untuk lebih mencintai produk dalam negeri sambil terus menigkatkan mutu dari produk - produk dalam negeri kita tersebut agar lebih berkualitas dan menjadi tuan rumah di negri sendiri.
2. Berantas dan minimalkan variabel ekonomi biaya tinggi seperti pungli dalam penentuan harga jual produk. Faktor ini selain persoalan teknologi industri kita yang masih jauh tertinggal dan masalah subsidi pemerintah yg terlalu "memanjakan" produk indonesia, menempati persoalan utama yang menghantui para produsen kita. Oleh karenanya, pemberantasan bermacam bentuk korupsi, termasuk pungli, harus terus dilakukan.
3. Menciptakan hambatan - hambatan non-tarif. Seperti standarisasi produk asing yang boleh masuk indonesia. Termasuk di dalamnya sertifikasi halal tidak hanya terhadap produk makanan dan kosmetik, tetapi juga thd produk tekstil, obat- obatan, dan sebagainya. Jika tekstil dan obat - obatan cina mengandung zat berbahaya dan diharamkan maka kita berhak menolaknya.
4. Memperbesar volume semua aktivitas ekonomi syariah yang berlandaskan prinsip keadlian ekonomi. Dalam islam, dikenal perekonomian berkonsep ekonomi syariah. Dalam ekonomi syariah, konsep FAIR TRADE sangat dijunjung tinggi. Konsep fair trade dalam ekonomi syariah a/ perdagangan yang adil. Pasar bebas ACFTA sudah pasti menimbulkan dampak negatif seperti yg telah disinggung di awal trit, & ACFTA ini absolutely bukan merupakan perdagangan yang adil menurut ekonomi syariah! Jika konsep FAIR TRADE ini diaplikasikan, maka segala macam bentuk eksploitasi dr satu pihak thd pihak yg lain akan dapat dihilangkan & bangsa kita akan kembali mendapatkan martabat kemanusiaanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar